Saya turun dari sebuah angkot. Di pertigaan, di suatu tempat yang asing bagi saya. Namun lambat laun, tempat itu seperti pertigaan menuju rumah orang tua saya di Bogor. Ketika saya turun, saya menemukan sejumlah kucing, berukuran lebih besar dari kucing rumahan biasa. Kucing liar, dengan mata mereka yang terus mengawasi.
Saya tak sendiri. Banyak orang di sana. Dan kucing itu juga ternyata banyak. Saya menyadari sebagai orang asing. Tapi saya pernah mendengar, dalam situasi seperti itu, saya jangan panik.
Saya berjalan menuju sebuah bangunan dengan teras yang keempat sisinya tertutup tembok tanpa pintu. Saya duduk pada sebuah kursi panjang, menunggu angkot lain yang bisa mengantar saya ke tujuan. Suasananya seperti hari-hari yang sering saya lalui saat saya masih SMP. Teras itu adalah ruang tunggu praktik dokter. Ada dua perempuan di teras itu. Seorang ibu, dan seorang putri.
Seekor kucing berukuran besar menghampiri. Dia mengendus-endus tangan saya. Antara kuatir dan berusaha tenang agar tidak diserang. Kadang, kucing itu menggesek-gesekkan giginya ke tangan saya. Dan angkot belum muncul juga. Cukup lama kucing itu berada di sekitar saya. Lalu kucing lain datang setelah kucing yang pertama pergi. Ia pun melakukan hal yang sama. Lalu kucing ketiga, lebih besar. Dan, dia bisa bicara!
Comments