Saya pernah sangat aktif main Twitter. Itu terjadi ketika saya tinggal di Australia. Namun demikian, setelah menyadari bahwa Twitter itu hanya asyik buat menghujat orang, saya merasa perlu mundur. Rasanya orang-orang senang sekali berantem di sana, saling ejek, saling menjelekkan. Nyaris tanpa silaturahmi yang sehat. Saya mundur, tepat sebelum kembali ke Indonesia. Saya hapus tweet saya yang negatif. Kembali ke Jakarta, kembali membuka babak baru.
Mundur bukan berarti keluar. Sesekali saya masih buka, untuk melihat apa saja hal menjadi trending di sana. Nahan nafas ketika yang menjadi tred adalah hal-hal sepele yang tidak penting. Saya bersyukur tidak lantas terpancing untuk terjun lagi bermain. Kuatir buang waktu dan energi di sana.
Kemarin, kemarin banget. Salah satu hal yang menjadi trend adalah teentang cuitan seorang anggota DPD yang bicara tentang banyaknya orang Indonesia yang terkena virus Covid-19 yang dia ambil dari sebuah portal berita. Lalu porta berita ini meralat dan dia ikut meralat, tanpa merasa berdosa.
Anggota DPD yang saya maksud sudah seperti celeb yang followernya banyak dan anti pemerintah. Begitu dia bicara tentang sesuatu, banyak dari followernya akan mengamini tanpa bertabayun. Bagi seorang celeb, mem-posting sesuatu, apalagi yang memiliki tingkat kontrovesial tinggi, pastilah sebuah ambisi, apalagi seorang politikus, yang dia cari adalah mencari dan mempertahankan popularitas. Urusan benar atau tidak urusan nanti.
Orang ini, atau orang-orang seperti ini, tidak peduli dampak makro dari apa yang dia lakukan. Kegelisahan apa yang akan terjadi di tengah masyarakat, dampak buruk apa yang akan terjadi, tak dia pikirkan. Menjadi trending mungkin dia anggap berkah.
Melihat seruan netizen agar orang ini ditangkap, akankah pihak kepolisian bergeming?
Comments