Skip to main content

Siapa Cagub Pilihanmu?


Adang Daradjatun sedang bersukaria karena PKS (Partai Keadilan Sejahtera) resmi mencalonkan dirinya sebagai Cagub DKI mendatang. Sementara Sarwono Kusumaatmadja, calon lainnya, juga sedang girang karena mendapat dukungan dari Gus Dur.

Dukung mendukung dalam masa kampanye sedemikian penting. Calon yang mendapatkan dukungan dari partai besar, tentunya akan sangat diuntungkan. Namun, tentu saja untuk mendapatkan dukungan dari partai-partai tersebut tidaklah mudah. Selain dari berbagai negosiasi posisi jika menang, juga harga rupiah yang dipatok oleh partai-partai tersebut.

PKS memiliki massa yang tidak sedikit. Kemana jatuhnya dukungan, tentu sangat dinanti oleh para Cagub. Namun harga yang dipatok partai ini tak murah juga. Hanya Cagub yang memiliki uang banyak yang bisa membeli dukungan tersebut. Beruntung Adang Daradjatun memiliki Tommy Winata. Sehingga berapapun harga yang diminta PKS, bisa dicukupi. Situ jual sini beli.

Semua orang tahu bagaimana haluan PKS selama ini. Partai yang getol sekali menyerukan perdamaian dunia. Perang di Timur Tengah yang jauh saja bisa mengobarkan semangat persatuan bagi warga PKS di Indonesia. Semua orang juga tahu sepak terjang Tommy Winata. Nama ini sering disebut di balik setiap kekisruhan projek Pasar Tanah Abang dan dibredelnya majalah Tempo. Entah kompromi macam apa jika Mantan Kapolri, Pengusaha yang selalu menghalalkan berbagai cara, dan Partai moralis berkolaborasi. Saya mengkuatirkan jika Adang menang jadi gubernur DKI selanjutnya, Jakarta akan menjadi kota preman.

Sementara itu Fauzi Bowo cukup puas dengan dukungan Sutiyoso, masyarakat Betawi, NU. Jelas saja Sutiyoso mendukung Bowo yang hingga saat ini masih menjabat sebagai wakil gubernur. Ia tak ingin sepak terjangnya selama menjadi gubernur dicoel-coel pihak lain. Masuk akal.

Adakah Cagub yang ideal menurut Anda? Atau golput saja, seperti biasa...?

Comments

TW tuh belanjanya ga cuma ke adang doang.Ke Foke dia nanam, ke adang juga nanam. Tinggal dia nunggu, sapa kail yg nyangkut. Soal duitnya banyak, Adang nggak pake duit TW juga bisa maju sendiri koq, lha wong bininya orang kaya dari dulu. Konon menurut sodaranya yg pernah gw kenal, di taon 60an yg punya Mercy di keluarga Menaknya Jawa Barat ya cuma dikit, nah keluarga Teh Nunun Nurbaeti tuh Ortunya udah punya mobil gituan. Adang tuh ga usah korupsi waktu jadi Wakapolripun udah berkecukupan karena usaha dan bisnis istrinya.
Anonymous said…
Bukannya justru Foke yg dibekingin oleh TW.
Karena mobil TW berplat B 239 TW, pernah nangkring diparkiran wagub DKI. sekitar 3 minggu yg lalu. kepergok oleh temen2 pers yg sedang ada di kantor gubernur DKI.
Siapa juga yg berani parkir mobil disitu, cuma yg berkuasa.
"lebih baik menguasai, walau tidak memiliki"
Golput aja ahhh......

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.