Saya ingin mendeklarasikan diri bahwa saya tidak mempunyai musuh. Saya kan bukan politikus atau preman. Seringnya, sekedar sebal-sebalan sesaat. Ingin membenci, tapi jadinya malah sedih. Saya kerap sedih karena orang-orang yang saya percaya malah berkhianat. Dampaknya saya malas sekali berhubungan dengan mereka lagi.
Insyaallah, sebisa mungkin saya memaafkan. Memaafkan adalah hal yang paling mudah dilakukan. Tapi untuk melupakan, rasanya perlu waktu dan keinginan dari yang bersangkutan untuk memperbaiki. Namun herannya, orang-orang tersebut berlaku seolah tidak ada apa-apa. Oh, kalau begitu, memang sudah sifat mereka. Tinggal saya sendiri yang perlu bekerja keras memaafkan dan melupakan. Ingat anjuran para ustadz, hati harus dijaga agar jauh dari penyakit hati. Biar selamat dunia dan akhirat.
Bila dipikir-pikir, sangatlah sulit menjauhkan diri dari 'gesekan' dengan orang lain. Di tempat kerja, dalam organisasi, bertetangga, bahkan dalam pertemanan, kita sering kali terlibat dalam berbagai masalah yang berpotensi retaknya hubungan. Kadang dalam sekejap bisa teratasi, kadang rumitnya bukan main.
Sejujurnya, saya manusia yang enggan berkonflik. Ketika dalam organisasi terjadi konflik hebat, saya mungkin lebih senang mengundurkan diri dari pada pura-pura happy padahal hati mendongkol. Setelah lama terjadi konflik yang tidak sehat di suatu kantor di mana saya bekerja, saya memilih mundur. Dan ternyata, hingga bertahun-tahun saya keluar, konflik-konflik sama terus terjadi. Saya berkesimpulan karena orang-orang yang biasa berkonflik masih bercokol di sana dengan mempertahankan pola pikir yang klasik.
Ketika saya berbisnis dengan seorang sahabat yang ternyata dia berperilaku tidak adil, saya memilih keluar dari hubungan bisnis itu. Saya tidak tega membiarkan hati saya nelangsa. Tak mau mengasihani diri dengan terus-terusan dianiaya.
Mungkin saya bukan orang yang tegar. Namun biarlah. Saya hanya tak ingin membenci.
Insyaallah, sebisa mungkin saya memaafkan. Memaafkan adalah hal yang paling mudah dilakukan. Tapi untuk melupakan, rasanya perlu waktu dan keinginan dari yang bersangkutan untuk memperbaiki. Namun herannya, orang-orang tersebut berlaku seolah tidak ada apa-apa. Oh, kalau begitu, memang sudah sifat mereka. Tinggal saya sendiri yang perlu bekerja keras memaafkan dan melupakan. Ingat anjuran para ustadz, hati harus dijaga agar jauh dari penyakit hati. Biar selamat dunia dan akhirat.
Bila dipikir-pikir, sangatlah sulit menjauhkan diri dari 'gesekan' dengan orang lain. Di tempat kerja, dalam organisasi, bertetangga, bahkan dalam pertemanan, kita sering kali terlibat dalam berbagai masalah yang berpotensi retaknya hubungan. Kadang dalam sekejap bisa teratasi, kadang rumitnya bukan main.
Sejujurnya, saya manusia yang enggan berkonflik. Ketika dalam organisasi terjadi konflik hebat, saya mungkin lebih senang mengundurkan diri dari pada pura-pura happy padahal hati mendongkol. Setelah lama terjadi konflik yang tidak sehat di suatu kantor di mana saya bekerja, saya memilih mundur. Dan ternyata, hingga bertahun-tahun saya keluar, konflik-konflik sama terus terjadi. Saya berkesimpulan karena orang-orang yang biasa berkonflik masih bercokol di sana dengan mempertahankan pola pikir yang klasik.
Ketika saya berbisnis dengan seorang sahabat yang ternyata dia berperilaku tidak adil, saya memilih keluar dari hubungan bisnis itu. Saya tidak tega membiarkan hati saya nelangsa. Tak mau mengasihani diri dengan terus-terusan dianiaya.
Mungkin saya bukan orang yang tegar. Namun biarlah. Saya hanya tak ingin membenci.
Comments