Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2009

Maastricht atau Perth?

Ceritanya, sejak setahun terakhir ini saya sedang in the mood untuk mencari sekolah lagi. Setelah menghubungi belasan professor dari berbagai universitas di dunia, berakhirlah pencarian saya itu pada program S3 dari dua kampus. Pertama, Edith Cowan University di Perth, Australia. Kedua, Maastricht School of Management di Belanda. Sejujurnya, saya ingin sekali bersekolah di Eropa. Menurut saya, sistem pendidikan Eropa yang konvensional, sangat cocok dengan saya. Namun sejumlah sahabat mengingatkan bahwa justeru dengan sistem ini akan menyulitkan kita untuk mengikuti keinginan professor. Bisa-bisa, waktu perkuliahan menjadi sangat lama dari waktu yang direncanakan. Selain itu, dari berbagai sumber informasi yang berhasil saya himpun, kuliah di Belanda sangat sulit jika harus membawa keluarga. Padahal saya ingin sekali memboyong keluarga ke sana. Dari semua hal yang saya bayangkan dapat menjadi kendala, sebenarnya, satu hal terpenting adalah untuk meyakinkan para pemberi beasiswa b...

Malaria Lagi

Ternyata bukan demam berdarah. Ya, saya tidak mengidap demam berdarah sama sekali. Hal ini setelah saya mendapat kepastian dari seorang sahabat yang seorang dokter, yang bezuk pada sekitar hari ke-sepuluh saya di rumah sakit. Sehari sebelumnya, setelah istri saya keukeuh minta cek darah untuk malaria, memang terlihat positif saya kena penyakit itu. Malaria yang saya idap adalah sakit kambuhan. Sebelumnya di tahun 2007 setelah dua minggu saya pulang dari Ujung Kulon, saya harus diopname selama 5 hari. Tahun ini karena kondisi drop, malaria saya kambuh. Apa yang dilakukan dokter rawat selama ini? Bicara tentang dr. Sanoesi, hanya bikin saya sebal. Pertama, jadual kunjungan dia tidak pernah jelas. Kadang pagi, kadang siang, kadang sore. Bagaimana saya bisa mengandalkan dokter yang tak punya jadual pasti begitu? Bagaimana saya bisa jelas dengan kondisi kesehatan saya? Bahkan di hari terakhir saya dirawat, dokter sama sekali tidak datang. O, please. Ah, saya tak mau ambil pusing lagi...

DB

Akhirnya saya pasrah ketika isteri membawa saya ke rumah sakit, tempat yang paling saya hindari selama ini. Meriang yang saya rasakan betul-betul tidak bisa ditahan. Saya curiga, kemungkinan malaria saya kambuh. Syukurlah, vonis yang dijatuhkan 'cuma' demam berdarah. Jumlah trombosit turun, kepala kleyengan, badan ngilu... Padahal tanpa bintik-bintik merah. Semoga cepat sembuh. Biar cepat menemani Basil main lagi.

Doubt

Skandal bisa terjadi di mana saja, termasuk di dalam komplek gereja di mana jarak antara makhluk dengan Sang Pencipta terlihat begitu dekat. Film ini berkisah tentang seorang pendeta, para sister, dan anak-anak altar. Skandal tidak dipertontonkan dengan vulgar, sekedar sekumpulan petunjuk yang akhirnya bisa menciptakan persepsi. Persepsi inilah yang sepertinya menjadi pembenaran untuk menyingkirkan sang pendeta dari lingkungan gereja, meskipun dengan sebuah gertakan saja. Belakangan diketahui, bahwa gertakan yang dibuat oleh Sister Kepala hanya bohong. Katanya, "Selangkah keluar dari jalan Tuhan, untuk sebuah kebenaran." Itu karena sang pendeta memang punya sejarah perilaku yang tidak baik: 3 tahun di 5 parish, apa yang terjadi kalau bukan skandal-skandal yang dia lakukan. Ah, ini pun hanya dugaan Sister Kepala. Film hebat. Harusnya memang hebat, karena dibuat dari sebuah buku hebat pemenang hadiah Pulitzer.