Saat ini, saya sedang melatih kesabaran tingkat tinggi. Sungguh. Supervisor riset menolak untuk membaca thesis saya dengan alasan sibuk. Padahal, deadline tinggal beberapa jengkal lagi menjegal. Skenario kedua, jika saya tidak berhasil menyerahkan thesis pada akhir Maret ini, saya harus membayar biaya kuliah penuh sebesar $12,000 lebih. Saat ini saya masih tak perlu bayar meskipun sudah memasuki semester ke-tujuh.
Andai, riset supervisor saya bisa bekerja optimal sesuai dengan timetable, Senin lalu itu saya sudah submit draft kedua, hasil editing dari proofreader. Tapi apa mau dikata, hingga saat ini, proofreader masih bekerja karena review dari draft thesis pertama terlambat, bahkan belum selesai seluruhnya hingga saat ini. Rencana bisa submit dan pulang sebelum tanggal 15 Maret, bergeser. Skenario pertama ini bubar.
Dampaknya seperti efek domino, saya harus perpanjang visa, harus cari rumah baru untuk saya sewa, termasuk mempersiapkan mental baru dengan segala kekecewaan.
Saat ini, hanya bisa pasrah. Saya merasa sudah memainkan peran saya seoptimal mungkin. Saya sudah merasa bekerja sekeras mungkin agar thesis bisa kelar sesegera mungkin. Tapi apa daya, hidup saya masih tergantung pada supervisor riset. Jika mereka baik dan cepat, segala keterlambatan mungkin bisa terhindari. Dan saya tak punya skenario ke-tiga.
Terus berdoa.
Comments
Siapa tau ada hikmah dibalik ini semuanya.