Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2008

One Person, Multiprofession

Butuh sebuah keberanian dan kedekadan ketika saya memutuskan berhenti dari sebuah pekerjaan yang telah memberikan karir dan beragam fasilitas. Saat itu saya sedang tertarik meditasi. Begitu merasuknya ajaran dan laku meditasi membuat saya kehilangan obsesi akan duniawi. Alam bawah sadar saya bertualang ke rongga-rongga misteri alam semesta. Saya lalu belajar mendengarkan hati. Bekerja untuk kedamaian, untuk hati. Kaya miskin bukan patokan. Saya ingin mencapai puncak spiritual. Indah sekali proses menuju sana. Namun rupanya, dalam pergulatan menuju 'puncak' yang saya harapkan sesuatu terjadi. Saya mengalami pergolakan iman yang mahadasyat hingga akhirnya saya memilih kembali ke ajaran yang diwariskan oleh keluarga dan kekampung. Namun saya merasa lebih siap dengan segala kondisi sekarang. Kembali ke soal karir dan pekerjaan, sepertinya saya terus terlanjur 'mendengarkan' hati bicara. Sampai pada suatu titik, saya memilih untuk menjadi pengajar saja. Saya sadari saya akan...

Di Balik Dukamu: Sesuatu Sedang Bekerja Tanpa Kamu Sadari

Karena menolak sebuah promosi dari atasan, sahabat saya dihukum dengan harus menjalani mutasi ke sebuah kota nun jauh di mato. Setiap saat sahabat saya ini bilang tak betah dan ingin kembali ke Jakarta meskipun harus keluar dari pekerjaannya. Namun, setahun lewat dan sahabat saya masih tertahan di 'pengasingan'. Akhirnya pada suatu pagi, saya mengirimkan pesan: Sesuatu sedang bekerja tanpa kamu tahu. Sebuah konspirasi mahabesar yang dikendalikan oleh Tuhan sedang tercipta menunggu waktu yang tepat untuk merubah hidup kamu selamanya. Bersabarlah. Bermunajatlah. Perasaan kita sering kacau ketika sesuatu yang tak kita harapkan terjadi. Hal yang boleh saya uangkapkan adalah, berpikirlah multidimensi. Tak sekedar perlu menerima kenyataan, namun perlu juga bertanya: Tuhan, tunjukkan jawaban. Apa rencana-Mu atas hidupku? Lalu berbaik sangkalah.

Suami Siaga, Siap Grak!

Waktu beberapa tahun lalu di layar tv ada iklan layanan masyarakat tentang kampanye 'Suami Siaga' dengan model penyanyi dangdut Iis Dahlia sering tayang, sayang optimis sekali akan melakukannya jika kelak saya berada di posisi itu. Lalu sekian tahun kemudian saya benar-benar menempati posisi tersebut dan lupa. Sampai suatu malam seorang sahabat mengingatkan: Lu jadi suami siaga, dong? Suami siaga? Iya, saya benar-benar lupa tentang program itu. Tiap bulan saya bertemu dokter kandungan mengantar istri, dia tak pernah cerita. Poster atau bentuk komunikasi apa pun tentang kegiatan tersebut sudah tak ada lagi. Padahal penting sekali untuk terus mengingatkan para suami untuk memegang peran sebagai suami yang selalu siaga selama kehamilan istri. Namun, meskipun saya lupa tentang kampanye program Suami Siaga, bukan berarti saya tak siaga. Saya awas nyaris 24 jam sehari semata mengawasi keselamatan dan kondisi istri dan jabang bayi yang dikandungnya. Terutama memberikan kenyamanan dan ...

Waktu Saya Tak Lagi Banyak

Semoga apa yang akan aku lakukan hari ini dan segala sesuatu yang telah aku siapkan untuk hari ini, Engkau ridhoi dan akan bermanfaat. Hindarkan aku dari kesia-siaan, ya, Allah. Begitu kira-kira sepotong doa yang saya haturkan suatu pagi. Iya, saya harus ke luar kota untuk melakukan presentasi, menjual ide kegiatan, yang adalah salah satu pekerjaan saya terakhir ini. Karena hanya ke Banten, maka tak perlu menginap. Resikonya saya mesti berangkat sangat pagi agar sejumlah meeting yang telah dirancang di provinsi baru itu bisa semua terjadi. Alhamdulillah, pertemuan-pertemuan itu berjalan mulus meskipun hasilnya entah bagaimana. Tak perlu saya risaukan sekarang, bukan? Terpenting adalah saya sudah berikhtiar. Urusan berhasil atau tidak atau hasilnya bagaimana, biarkan semesta yang bekerja. Setiap hari kita melakukan sesuatu, banyak malah. Ada yang rutin, ada yang sekali-sekali saja. Ada yang berupa kewajiban, ada yang untuk senang-senang. Ada yang dengan senang hati kita melakukannya, ad...

Kita Tak Akan Membujang Seumur Hidup Kita, Bukan?

Melajang itu asyik. Siapa pun akan setuju, melajang itu sejuta indahnya. Tentu saja bagi yang tahu bagamana cara mengisi dan menikmatinya. Lalu sebuah pertanyaan buat saya sendiri sebetulnya. Kesadaran itu menyeruak tiba-tiba. Yes, saya perlu segera berkeluarga. Apapun resikonya. Andai keinginan menikah waktu itu tak dibarengi niat dan tak diikuti oleh tindakan, mungkin saya ini saya masih melajang. Bebas terbang kemana saja saya mau, lepas merdeka sesuka hati. Tak akan ada sesuatu pun yang dapat menghalangi. Mau apa, mau kemana. Ketika saya begitu percaya akan kekuatan doa, maka hanya itu jalan yang saya ambil: berdoa. Saya ingin menikah. Saya tak mau setiap bertambahnya umur saya, saya masih terus saja sendiri. Ingin rasanya ketika bangun tidur ada seseirang yang saya cintai rebah di samping saya. Ingin rasanya badan kekar saya digelayuti makhluk-makhluk mungil yang adalah darah daging saya. Waktu berjalan. Satu-satu kejadian yang saya sertakan dalam doa terbentuk: happy birthday, Us...